Proses Belajar Komunikasi Produktif keluarga Shalia
Sore itu sepulang sekolah Nafeeza segera masuk ke dalam rumah. Ia disambut oleh kami bertiga dengan wajah sumringah. Namun, tiba-tiba saja raut wajahnya berubah saat ayahnya memberi tahu, bahwa kami bertiga (saya, ayahnya, dan adiknya) baru saja pulang dari pantai.
Ia langsung saja berkomentar, "Aku iri, Papa!" Sambil berusaha menahan jatuhnya air mata.
Hmm... ternyata reaksinya sesuai dugaan kami. Ia masih belum bisa menahan dan bereaksi sewajarnya untuk mencari tahu kebenaran berita yang disampaikan oleh orang lain.
Papanya yang melihat anaknya menangis langsung memeluk anaknya. Ia gemas sekaligus sedih melihat anaknya yang masih saja bisa dibohongi orang lain tanpa mencari tahu terlebih dahulu kebenarannya.
"Masa baru dibilangin gitu aja langsung nangis!" Ujar Papanya.
"Aku iri Papa," Kaka membalas ucapan Papanya dengan nada kesal.
Akhirnya Papa menjelaskan sambil menyuruhnya duduk berhadapan. Berusaha sejajar, saling melihat dan nada yang ramah.
"Kaka, kalau dapet informasi apa-apa itu dicerna dulu. Dicek dulu kebenarannya. Jangan langsung nangis atau marah." Papa berusaha menjelaskan panjang lebar.
"Coba dipikir dulu, apa bener Papa sama Mama pergi ke Pantai. Berapa lama dalam perjalanan, sedangkan tadi pagi masih ketemu dirumah. Masa jam 3 sore udah balik lagi?" Papa mulai menguraikan masalah menjadi solusi.
"Pantai itu jauh,Ka. Minimal pulang pergi aja harus 12 jam." Tambah Papa.
Kini Kaka berhenti menangis. Mulai berpikir dan mencerna apa yang sudah diberitahu oleh ayahnya. Ia merasa apa yang diperbuatnya itu salah.
"Mama tadi habis makan enak loh, Ka. Makan udon. Kaka kehabisan deh, ga kebagian. Abis Kaka telat datengnya!" Timpal saya menambahkan.
Saya ingin mengecek sejauh mana ia memahami apa yang dijelaskan oleh Papanya barusan.
Kaka yang baru saja dibriefing oleh Papanya, merasa ucapan saya tak serius.
"Emangnya beli Udon berapa, dimana? Masa Kaka ga disisain!" Ia langsung memberondong saya dengan berbagai pertanyaan tanda menyelidiki.
Langsung saja Ia memeriksa meja dapur dan mencari siapa tau ada makanan enak yang bisa dimakan. Ia tak percaya apa yang saya katakan.
"Nah, ini ada udon punya siapa?" Ia menemukan 1 bungkus udon lengkap dengan udang tempura.
"Buat Kaka lah, masa Mama ga inget sama anaknya." Hehehe... saya menjawab dengan bercanda.
Alhamdulillah, ia sudah bisa mengerti apa yang dijelaskan oleh Papanya. Kini ia sudah bisa belajar mengungkapkan perasaan dan mencari tahu kebenaran dari pernyataan orang lain.
Ia harus mau menyelidiki apa benar yang diucapkan orang itu dan menanggapinya dengan kepala dingin. Bukan dengan menangis.
Hikmahnya setelah kita berkomunikasi dengan baik, memakai kontak mata, duduk sejajar, dan bicara satu level dengan anak, maka ia akan mendengar lebih seksama dan memahami apa yang kita jelaskan.
Kami merubah cara berkomunikasi dengan anak. Lebih tenang, berusaha lebih paham, dan menyampaikan penjelasan sederhana dengan nada sejajar dengan anak. Insya Allah perlahan banyak yang telah diperbaiki.
Mari berubah ke arah yang lebih baik, yuk. Semangat Kaka!
#Harike7
#Tantangan10hari
#Gamelevel1
#KelasBundaSayang
#KomunikasiProduktif
@institut.ibu.profesional
Wednesday, April 10, 2019
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment